Guru Wajib Bisa Komputer dan Mengerti Internet .
Apabila masih ada guru yang apriori terhadap
perkembangan jaman, khususnya bidang IT, maka siapakah yang salah? Mengapa
mereka berpola pikir seperti itu? Pihak manakah yang membuat para guru berpikir
seperti itu ? Haruskah mencari kambing hitam?
Semua guru pasti pernah membaca atau
mendengar ungkapan ini : “long life education,
guru harus mengikuti perkembangan jaman”, dan sebagainya. Sudahkah ungkapan itu diamalkan oleh semua
guru? Ternyata belum. Secara empiris hal ini dapat saya buktikan.
Kalau guru mengikuti perkembangan
jaman, maka sekarang ini semua guru mestinya bisa dan atau mengerti internet
dan mengoperasikan computer/leptop. Nyatanya !? Berikut ini realita yang ada di
kalangan para guru Indonesia.
Kenyataan guru tidak bisa computer
dan internet, terjadi bukan hanya pada guru SD, namun di semua tingkatan
sekolah. Mereka masih tetap apriori terhadap tuntutan jaman yang semakin
menyudutkan profesi guru. Wajibkah guru bisa computer dan mengerti internet?
Menurut saya wajib, wajib, dan
wajib. Guru harus lebih cerdas ketimbang muridnya terkait dengan perkembangan
jaman khususnya di bidang ICT. Bukti bahwa itu adalah wajib baru terasa tatkala
guru dihadapkan dengan tugas membuat akun padamu negeri dengan aktivasi yang
disodorkan oleh operator sekolah.
Kemudian dengan akun tersebut, guru selanjutnya disuruh mengentry data
rinci tentang identitas kepegawaiannya serta mengisi EDS secara online.
Tapi apa yang terjadi? Guru tidak
siap untuk melaksanakan sendiri apa yang menjadi ketentuan dalam akun padamu
negeri. Mengapa? Mereka gaptek. Padahal computer dan internet munculnya dalam
peradaban dunia ini bukan baru kemarin. Sudah puluhan tahun yang lalu. Lalu
kemarin-kemarin ke mana saja guru Indonesia? Heheh…..entahlah ! Mohon maaf
kalau tulisan ini agak keras, bukan merasa lebih pintar dan sok tahu, hanya
satu tujuannya yaitu saling memberi motivasi. Dan, saya yakin tulisan ini tidak
akan pernah menyinggung yang membacanya sekalipun dia guru. Karena tulisan ini
tidak akan pernah sampai ke hadapan mata mereka guru yang gaptek.
Hal di atas mengingatkan saya pada
ucapan seorang penatar dari IKIP Bandung (sekarang UPI), ketika saya tanya :
Mengapa pendidikan di Indonesia ketinggalan jauh dengan Malaysia, padahal
Malaysia belajarnya dari Indonesia. Beliau (Pak Hilmi) menjawab : “Karena
Indonesia cuma omdo (omong doang) sementara pelaksanaannya tidak ada, tidak
seperti Malaysia, melaksanakan apa yang mereka dapatkan dari Indonesia”. Kalau
begitu wajar, kalau ungkapan di atas hanya menjadi slogan saja. Jika Malaysia
numpang lewat kepada Indonesia, itu karena Malaysia “sami’na waato’na”.
Guru
wajib melek computer dan internet juga telah lebih dulu dipressing oleh adanya
UKG online. Saat itu banyak guru yang demam, ketakutan dan akhirnya keluar
ungkapan-ungkapan yang ironis untuk seorang guru. Seharusnya dari sinilah guru
bisa mengambil pelajaran dan paham tentang pentingnya penguasaan ICT. Namun
faktanya mereka tidak serta merta belajar atau mempersiapkan diri dengan adanya
sign seperti itu. Tadinya saya
berpikir bahwa guru umumnya tidak mempunyai visi yang luas dalam mengantisipasi
perkembangan jaman untuk kepentingan pembelajaran. Namun ternyata, di luar
pembelajaran pun telah membuktikan akan pentingnya penguasaan ICT tetap saja
jalan di tempat. Ini namanya apriori.